RETJO BUNTUNG 99.4 FM JOGJA
LIVE STREAMING
RETJO BUNTUNG 99.4 FM JOGJA

Melukis: Ladang Persemaian Imajinasi dan Fantasi Lully Tutus

R. Daru | 06 Juni 2023
Melukis: Ladang Persemaian Imajinasi dan Fantasi Lully Tutus


Inilah debut pameran lukisan tunggal yang perdana buat Lully. Terhitung setelah 14 tahun sejak dia terjun berpameran bersama pertama kali pada 2009. Aktif berpameran bersama hingga Maret 2023, Lully pun menggelar solo exhibition dengan dampingan kurator seni rupa Mikke Susanto. 

Untuk memenuhi ruang pamer Jogja Gallery, dia akan memajang 33 lukisan. Sebagai penanda proses berkarya yang telah dijalaninya, Mikke mengarahkan Lully untuk membuat seni lukis yang mewartakan pada semua publik tentang dunia pribadinya. Tak rumit-rumit. Inilah sebuah dunia imajinasi dengan segala rahasianya. Elemen itulah yang paling penting dalam setiap karya-karyanya. 

Sejak dari gate depan galeri yang disulap Lully bak dunia baru yang menyenangkan siapa saja dari berbagai usia, apa yang disuguhkan Lully bukan semata lukisan. Namun, kata Mikke, kanvas yang direspons Lully dengan cat akrilik itu menjadi semacam buku cerita, catatan sejarah, maupun wadah imajinasi tentang sesuatu yang sebelumnya tak tampak. 

Kanvas-kanvas Lully seperti terlahir untuk memenuhi dunia angan-angan yang tak berkesudahan. Tidak ada satu pun objek yang sama. Dilukisnya secara detail pula. Sepertinya berapa pun kanvas yang disedikan, akan habis ”dilalap” oleh Lully tanpa beban. Terbukti, sejumlah lebih dari 60an lukisan dan ratusan sketsa telah dihasilkan sejak 2009 ketika ia berkarya dengan kanvas berukuran besar. 

Dalam amatan Mikke, dengan menghasilkan lukisan-lukisan penuh warna warni milik perempuan kelahiran Rembang, 28 Maret 1980 itu seperti memikirkan kembali hakikat hidup. Bahwa sedih-senang, hidup-mati, kenyang-lapar setiap insan tidaklah hitam putih dan bisa kita ’permainkan’. 2 

Senada, jika Mikke menyebutkan karya Lully adalah sebuah dunia imajinasi, Heti Palestina Yunani yang menulis pengantar, menyebutkan bahwa karya Lully adalah dunia fantasi. Itulah mengapa sangat bisa dipahami, buat diri Lully sendiri, melukis adalah muara yang mencurahkan fantasi-fantasinya selama ini. 

Lully ingat, dia sudah ”diganggu” dengan fantasi itu semenjak kecil. Pernah suatu kali Lully naik ke genting rumah. Di atas sana, Lully membayangkan dirinya bisa terbang dengan membentangkan kedua tangannya bagai sayap. Sebelum menerbangkan diri dari atas, neneknya menyelamatkan Lully. Apakah fantasi itu hanya milik Lully saat anak-anak? Tidak. Diakuinya, fantasi itu tetap menguasai pemikirannya saat dewasa. Itulah mengapa profesi sebagai ilustrator majalah anak-anak besutan Arswendo Atmowiloto, Ino, menjadi pilihan yang dilakoni Lully usai lulus dari Jurusan Akuntansi di Politeknik Negeri Semarang dan Fakultas Hukum Universitas Semarang. Bahkan fantasi itu kini sengaja dicari siapa pun karena hal itu sangat dibutuhkan. 

Lully meyakini bahwa orang dewasa yang sedang menghadapi dan mengatasi berbagai problem dalam hidupnya yang kompleks, sangat membutuhkan fantasi. Seperti anak-anak, orang dewasa ini bisa memperlakukan fantasi itu sebagai ruang untuk masuk ke dunia baru di antara kegagalan, kekalahan, pengkhianatan, dan kekecewaan dalam hidup. Maka tak heran jika dalam lukisannya ada aneka rupa makhluk bertebaran di sana sini. Ada figur perempuan, rumah, binatang, pepohonan hingga objek lain yang muncul dalam berbagai bentuk dan perubahannya. Ada pula objek berupa hati, jamur, zodiak, dan personifikasi peri dan makhluk jejadian versi Lully yang dikerjakan secara simultan. Ada rumah di bawah laut, putri duyung, dan putri bertanduk rusa mengayuh perahu di saat malam bulan purnama bersinar adalah implementasi atas dunia mimpi dan fantasinya tentang kesempurnaan waktu terindah melihat, merasakan dan mencintai lautan. Mereka lincah berseliweran seolah tak tentu arah. Hidup antar-ruang dan antar-waktu. Semuanya dilukiskan seperti sedang dalam keadaan riang gembira, suka cita. Setiap figur maupun objek-objek tersebut pun terasa menempati dunia ramai nan damai, full aktivitas. Antar-satu dengan lainnya serasa saling membaur.

 Bisa kita lihat pada sejumlah karya misalkan pada karya Impian (2023) mengisahkan impian masa lalu untuk menjadi pelukis. A Moment to Remember (2019) menyiratkan keintiman bersama nenek maupun keluarga di masa kecil. The Dreamer (2021) menukilkan perihal dan catatan peristiwa Covid-19 yang kita alami bersama. 3 Karya Abah (2019) tentang sosok penulis-pelukis Alex Lutfi yang memiliki Saung Banon, tempat persembunyiannya. Karya Flying to the Moon (2022) yang mengisahkan cerita kala mengantar suami untuk menjadi mualaf. Di luar persoalan ide mengenai imajinasi, sebagian di antara kita akan mengatakan bahwa lukisan Lully adalah lukisan anak-anak. Anggapan tersebut tidak salah. Sebab, sejak terbilang anak-anak, Lully memang sudah kesengsem dengan aktivitas menggambar dan suka dengan gaya menggambar anak. Hal ini ia yakini benar sebagai gaya yang bisa mengekspresikan apa pun keinginannya. Seni lukis anak sering bertaut dengan gaya bebas. Tanpa aturan. Salah satu fungsi lainnya adalah mengelaborasikan gerak motorik dengan imajinasi tanpa batas. 

Dengan mengusung itu, Lully merasa bebas untuk mencampur-adukkan berbagai hal, objek, ruang, masa, maupun simbol. Beragam hal yang digabungkan tadi--baik antara realitas dengan non-realitas, antara fakta dan fiksi--secara koheren membentuk gaya dekoratif. Gaya ini memang memberi keleluasaan pada penggunannya. Gaya ini juga memayungi gaya “naïf” atau kekanakkanakan tadi. Gaya dekoratif memediasi hal-hal yang seragam hingga beragam, yang lurus hingga bengkok, yang tunggal hingga plural. Karena itu, gaya ini memberi keleluasaan bagi pelukis untuk melakukan transformasi apa pun, tanpa takut merasa salah atau jelek. Dari hal-hal tersebut akhirnya munculah wacana. 

Kalau dalam sastra kita mengenal mitologi, fabel, legenda atau gosip (rerasan), atau dalam ilmu lain disebut sebagai tafsir mimpi, ramalan atau semacam fengshui dan kisah-kisah simbologi yang terekam dan terwariskan dari mulut ke mulut. Silakan lihat karya bertajuk Ayo Mabur Ojo Kabur /Ayo Terbang, Jangan Melarikan Diri (2022) yang menggambarkan ayam terbang di langit dibantu oleh para peri. Karya ini seperti fabel kontemporer yang diciptakan Lully. Terkait dengan keberanian untuk melawan rasa takut. Selalu ada cara untuk dapat mencapai keinginan dan cita-cita yang kuat. “Ayam yang merasa bodoh karena mempunyai sayap, tapi tidak dapat terbang, akhirnya dibantu periperinya untuk mewujudkan impiannya," ujar ibu empat anak itu. Atau pada lukisan Mysterious Island (2023) yang terinspirasi dari kebiasaannya melewati kehidupan diantara pulau dan laut bersama suami dan anak-anak. Menggambarkan tentang dunia magis bawah laut. Tempat di mana terdapat kisah mistis yang tak mampu ia pikirkan, serta memiliki keindahan tiada tara. "Saya takjub dengan aneka ragam makhluk di lautan, nikmat yang menurut saya tidak dapat didustakan, karena begitu indah dan memukau. Sayang bila dilewatkan begitu saja, karena itu saya melukisnya," ungkap Lully. 4 Seperti melihat anak-anak yang tengah tenggelam dalam fantasinya, gaya lukisan Lully bukan sesuatu yang tak bisa dibedakan apakah itu kenyataan dan bukan kenyataan. 

Demikian menurut Heti. Tentang hal itu ada lukisan berjudul Hibernasi yang mewakili fantasi Lully tentang bagaimana manusia setelah dikubur. Sebagaimana kamboja yang menyimbolkan sesuatu yang abadi, Lully berharap Souza Panthera Oncha, putrinya yang meninggal pada 17 Juni 2016 itu memang tengah meringkuk di dalam kuburnya, serupa tidur panjang yang indah. Apakah demikian nyatanya? Dengan fantasinya, Lully telah memilih sesuai yang paling dekat dengan pengalamannya sendiri untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawabnya. Fantasi memungkinkan mereka mengeksplorasi konsep-konsep yang mungkin terlalu menakutkan atau terlalu berlebihan untuk dihadapi. ”Dengan menggunakan fantasinya, maka semua orang telah membantu memperluas dunia internal, eksternal, berikut emosionalnya. 

Dengan menggunakan fantasinya, maka kita telah berkomunikasi dengan sekitar memahami nilai-nilai apa yang penting untuk kita sendiri. Dengan kata lain, fantasi itu terkadang bisa membantu memecahkan masalah. Termasuk buat Lully,” papar jurnalis dan penulis asal Surabaya itu. Sesuai judulnya, pameran tunggal ini adalah kesempatan bagi Lully untuk ’’memanen angin’’ dengan cara mengintegrasikan sesuatu yang bersifat tradisi dan pengetahuan ilmiah yang rasional. Uniknya, kunci dari semua itu hanya dapat dilakukannya dengan dan melalui imajinasi. Wacana, gosip, mitos, analogi, ataupun tuturan yang muncul tersebut hidup sesungguhnya seperti angin. Melintas seiring waktu tanpa dapat diduga kapan datang dan pergi. Terasa jelas adanya, tapi susah ditangkap. Kehadiran angin terdengar jika ia bergesekan atau menggesekkan antar benda satu dengan lainnya. Angin juga sangat mudah berpindah dan bahkan kemudian hilang tanpa jejak. Untuk itulah, pameran ini seperti membuat wadah bagi Lully dalam melukis. Ini semua ditandai sebagai bagian dari upayanya untuk “memanen angin”. 

Hal itu bagi Lully sangat simbolik. Ibarat kerja memanen “masa yang hilang” yang tak sempat ataupun sempat dia nikmati di masa kecil. Seakan-akan melalui kanvas, ia kembali dalam suasana memanen imajinasi dan ekspresi sedalam-dalamnya, dan sebebas-bebasnya. Tampak wajar bila karya-karya dalam pameran ini dijadikan oleh Lully sebagai ladang persemaian bibit imajinasi. Selanjutnya, di masa kini dia memanen masa-masa di mana dulu tak sempat dicatatnya sekaligus masa depan yang ingin diraihnya. 5 "Memanen Angin secara simbolik dapat diartikulasi pula seperti memagari cakrawala yang maha luas. Demikian pula imajinasi, sebentuk cakrawala yang tak memiliki batas apa pun. Tujuannya untuk dituai, direkam, diunduh satu per satu dalam kanvas-kanvasnya. Cakrawala yang tak berbatas tersebut menyimpan nilai yang jika dituai akan melahirkan setumpuk artikulasi baru,’’ tandas Mikke, dosen pengajar Tata Kelola Seni ISI Yogyakarta. (*)

RETJO BUNTUNG FM

CITRA RADIO KELUARGA, begitulah kami dikenal oleh Pemiarsa di Seluruh Nusantara. Radio yang selalu memutar tembang - tembang terbaik dengan nuansa Klasik yang membuat para pendengar bernostalgia dengan suasana Jogja.

Jl. Jagalan - Beji No.36, Purwokinanti, Pakualaman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55166
(0274) 515670
Copyright © 2021 RETJO BUNTUNG FM

WHATSAPP INTERAKTIF