Belakangan ini masyarakat dihebohkan dengan ramainya kabar soal roti AOKA yang diisukan mengandung zat berbahaya berupa pengawet kosmetik. Sebagaimana diketahui, peredaran roti AOKA cukup besar di daerah. Bahkan sudah masuk ke retail atau toko-toko kecil.
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) DIY, Bagus Heri Purnomo mengatakan, pihaknya akan lebih intensif melakukan proses pemeriksaan produk makanan dan obat-obatan di wilayah DIY. Saat ini pihaknya tengah menunggu hasil pemeriksaan lebih lanjut dari BPOM pusat.
"Terkait dengan produk AOKA yang marak ya di media sosial, jadi kami sedang menunggu klarifikasi dan penjelasan dari Badan POM, mudah-mudahan tidak terlalu lama, dalam waktu dekat akan keluar pers rilisnya atau klarifikasi dari Badan POM," katanya di Yogyakarta, Senin (22/7/2024).
Pada prinsipnya Badan POM dan seluruh Unit Pelaksana Teknis (UPT) di DIY terus melaksanakan pengawasan terhadap produk makanan yang beredar dari hulu dan hilir agar masyarakat tetap terjaga keamanannya serta terhindar dari bahan-bahan yang tidak direkomendasikan untuk dikonsumsikan.
Selain pengawasan, BBPOM DIY saat ini berhasil mengungkap ratusan akun e-commerce di Yogyakarta yang menjual produk obat dan makanan ilegal.
Bahkan, dari hasil patroli siber BBPOM DIY hingga Juni 2024 ditemukan sebagian besar dari 445 akun di berbagai platform e-commerce menjual produk ilegal. Tercatat 197 akun di Shopee yang menjual produk ilegal. Disusul Tokopedia dengan 126 akun, Lazada 121 akun, Bukalapak 33 akun dan Blibli 24 akun.
Dalam pengawasan itu, produk kosmetik mendominasi temuan ilegal dalam patroli siber ini. Ditemukan juga obat tradisional, obat pangan olahan dan suplemen kesehatan yang tidak memenuhi ketentuan. Dari hasil temuan ini, BBPOM DIY telah mengajukan usulan kepada Kementerian Kominfo dan asosiasi e-commerce Indonesia untuk menindaklanjuti masalah tersebut. Diantaranya meminta Kominfo memblokir akun-akun bermasalah di e-commerce.
Selain itu, Bagus menambahkan, bahwa BBPOM DIY juga melakukan razia terhadap sarana produksi dan distribusi konvensional. Dari 114 sarana produksi yang diperiksa, tercatat 29 persen sarana produksi tidak memenuhi ketentuan. Sarana tersebut meliputi usaha kecil obat tradisional, industri kosmetik, industri pangan olahan, dan industri rumah tangga pangan.
"Sementara itu, dari 362 sarana distribusi yang diperiksa, 17 persen juga melanggar aturan. Sarana distribusi ini mencakup apotek, pedagang besar farmasi, dan sarana distribusi obat tradisional, kosmetik, serta pangan," kata Bagus.
Pelanggaran yang mereka temukan juga beragam. Mulai dari standar produksi yang buruk hingga peredaran produk tanpa izin.
(RBFM/Icha Dara)