RETJO BUNTUNG 99.4 FM JOGJA
LIVE STREAMING
RETJO BUNTUNG 99.4 FM JOGJA

Singgung Krisis Global, Sidang Raya ACT Alliance Harapkan Peran Semua Pihak

Icha Dara | 30 Oktober 2024
Singgung Krisis Global, Sidang Raya ACT Alliance Harapkan Peran Semua Pihak


General Assembly ke-4 ACT Alliance (Action by Churches Together) dilaksanakan di Yogyakarta pada 28 Oktober hingga 1 November 2024 yang dihadiri oleh 400 orang delegasi dari 127 negara yang merupakan perwakilan dari organisasi agama dan kemanusiaan internasional, serta perwakilan masyarakat sipil dari Indonesia.

Mengusung tema “Hope in Action – Together for Justice”, konferensi internasional ini, membahas peran masyarakat sipil dan organisasi berbasis agama dalam menghadapi krisis iklim.
Dampak polarisasi politik terhadap upaya keadilan iklim dan tanggapan dalam menghadapi kerusakan lingkungan yang semakin parah menjadi topik bahasan dalam Sidang Raya ACT Alliance yang bertepatan dengan COP29.

Sekretaris Jenderal ACT Alliance, Rudelmar Bueno de Faria menjelaskan, acara ini digelar karena terdapat kenyataan pahit dari krisis kemanusiaan yang terus meningkat dan tidak dapat diabaikan begitu saja.
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya pengungsian, terjadinya bencana alam yang semakin sering hingga ketidakamanan pangan dan air yang diperburuk oleh kekeringan berkepanjangan sebagai dampak dari kerusakan iklim.
"Keadaan darurat yang kita alami selama ini, sayangnya menjadi hal yang biasa untuk kita, yang kita anggap biasa untuk kehidupan sehari-hari," tandasnya dalam konferensi pers Sidang Raya General Assembly ACT Alliance, Selasa (29/10) di Royal Ambarrukmo Hotel Yogyakarta.

Rudelmar menambahkan, krisis iklim yang seharusnya menjadi tujuan bersama justru menjadi medan pertempuran politik, dimana perbedaan pandangan mengenai kebijakan iklim, kepentingan nasional dan model-model ekonomi yang ada menjadikan kemajuan semakin melambat.
Di samping itu, adanya polarisasi politik juga merusak kepercayaan tentang ilmu pengetahuan, mengganggu kerjasama dan melemahkan solidaritas pada saat dibutuhkan sehingga diperlukan kemauan politik yang kuat untuk mengatasi keadaan darurat tersebut.

Ia berharap, pemerintah dan lembaga internasional dapat meningkatkan peran dalam mengutamakan aksi iklim dan pendanaan kemanusiaan, sebab apabila terjadi kegagalan dalam hal tersebut maka akan mengakibatkan penderitaan dan ketidakstabilan yang semakin besar.

Sementara itu, Director of YAKKUM Development and Humanitarian Programs, Arshinta mengatakan, sebagai organisasi berbasis gereja yang juga anggota ACT Alliance di Indonesia sangat memahami bahwa di dunia banyak sekali permasalahan dan tantangan.
Diantaranya adalah ketidakadilan iklim, ketidakadilan sharing kekuasaan dan sumber daya, serta penurunan akses partisipasi masyarakat terhadap pembangunan dan kemanusiaan.
"YAKKUM percaya bahwa percakapan yang jujur diantara berbagai aktor, baik itu aktor antar iman, lembaga-lembaga, pemerintah, kelompok di masyarakat termasuk LSM adalah satu hal yang penting dan akan membantu kita mengurangi polarisasi, mengurangi kecurigaan, membantu kita mencari solusi dari berbagai permasalahan," jelasnya.

Arshita menegaskan, semua pihak harus merubah percakapan di dalam ruang pertemuan penting menjadi sebuah aksi konkrit yang dapat menjawab permasalahan-permasalahan tadi. Hal itu akan membawa kita semua berbeda.
"Jadi sebagai aktor lokal dan komunitas beriman di Indonesia, YAKKUM ingin berkontribusi menciptakan solusi-solusi yang inklusif, berkelanjutan dan adil," pungkasnya.

YAKKUM memiliki berbagai inovasi lokal bersama pihak-pihak terkait, diantaranya kesehatan tradisional sebagai program yang didirikan untuk penyandang AIDS, kampung iklim yang bekerja sama dengan Pemerintah Yogyakarta, kesehatan jiwa di masyarakat, serta adaptasi iklim.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Nasional Jaringan Gusdurian, Allisa Wahid mengungkapkan, saat ini dunia, khususnya Indonesia sedang menghadapi tiga jurang besar.
Pertama, jurang spiritual dimana banyak masyarakat yang sudah mulai meninggalkan nilai luhur dan mengejar duniawi.
Kedua, jurang sosial yang membuat sesama manusia banyak berkonflik, baik internal kelompok, antar agama maupun antar suku.
Ketiga, jurang ekologis yang mengeksploitasi ibu pertiwi sehingga kemarahannya terasa dalam bentuk bencana alam.
"Di Indonesia, kita banyak sekali mengalami peningkatan bencana alam tetapi sebagian besar masyarakat Indonesia tidak sadar bahwa ini akibat dari perubahan iklim," ujarnya.

Allisa juga mengajak organisasi masyarakat sipil dan organisasi beragama bersama-sama maju ke depan untuk mengambil peran yang lebih besar terutama untuk mengingatkan pihak-pihak terkait dari sektor industri, terutama sektor industri ekstraktif serta sektor pemerintah untuk bertanggungjawab dan segera mengambil langkah untuk memperbaiki situasi terkait dengan krisis iklim di Indonesia.

General Secretary World Council of Churches, Rev. Prof. Dr Jerry Pillay menambahkan, dalam Sidang Majelisnya di Karlsruhe pada tahun 2022, Dewan Gereja-Gereja se-Dunia (WCC) mengidentifikasi keadilan iklim sebagai prioritas utama bagi persekutuan ekumenis di tahun-tahun mendatang. Selain itu, pihaknya juga membentuk Komisi Keadilan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan.
"Interaksi antara pemanasan global yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil yang terus berlanjut serta ekstraksi dan konsumsi sumber daya alam yang tak terkendali, sedang merusak jalinan spesies dan ekosistem yang menjadi dasar bagi semua kehidupan. Hal ini mengancam mata pencaharian, kesehatan, sumber makanan dan air bersih, serta memperburuk dampak bencana alam, merugikan mereka yang paling rentan dan meningkatkan ketidakadilan secara global," ungkapnya.

Menurut Jerry, manusia harus bertobat dari sifat egois, keserakahan, penyangkalan fakta dan sikap apatis yang terus berlanjut. Sebab semua itu mengancam kehidupan seluruh ciptaan Tuhan.
WCC memulai perjalanan di “triple COPs” yang dimulai dari COP16 tentang keanekaragaman hayati di Kolombia dengan mempromosikan pendekatan holistik terhadap pengelolaan lingkungan.
"Berakar pada iman dan dipandu oleh kepedulian terhadap ciptaan, WCC menyerukan kebijakan terpadu yang mengatasi tantangan yang saling terkait dari kehilangan keanekaragaman hayati, perubahan iklim dan degradasi lahan, sambil memperkuat suara masyarakat adat dan komunitas rentan," tandasnya.

 
(Retjo Buntung/Icha Dara)

RETJO BUNTUNG FM

CITRA RADIO KELUARGA, begitulah kami dikenal oleh Pemiarsa di Seluruh Nusantara. Radio yang selalu memutar tembang - tembang terbaik dengan nuansa Klasik yang membuat para pendengar bernostalgia dengan suasana Jogja.

Jl. Jagalan - Beji No.36, Purwokinanti, Pakualaman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55166
(0274) 515670
Copyright © 2021 RETJO BUNTUNG FM

WHATSAPP INTERAKTIF